nobelakademi.id – Dunia teknologi dikejutkan oleh pengakuan CEO OpenAI, Sam Altman, yang menyatakan dirinya tak menyangka dengan fenomena yang berkembang di sekitar ChatGPT—yakni menjelma menjadi “sahabat virtual” bagi banyak orang.
Dalam episode perdana podcast resmi OpenAI, Altman menyebutkan bahwa pengguna ChatGPT tak hanya memanfaatkan AI ini untuk mencari jawaban atau menyelesaikan tugas, tapi juga menjadikannya tempat bercerita dan mencurahkan isi hati.
“Saya sendiri pakai ChatGPT untuk bantu jawab pertanyaan anak saya,” ungkap Altman sambil tertawa. “Tapi saya selalu bilang, jangan telan mentah-mentah jawabannya. Kita tetap harus kritis.”
Menurut Altman, kedekatan emosional yang mulai terbangun antara manusia dan mesin ini merupakan tanda zaman: ketika teknologi bukan lagi sekadar alat, tetapi menjadi mitra percakapan sehari-hari.
Yang membuatnya terkejut, kata Altman, adalah bagaimana ChatGPT dianggap lebih ‘mengerti’ oleh sebagian pengguna ketimbang teman manusia mereka sendiri. “Banyak yang bilang ChatGPT lebih sabar dan nyambung saat mendengar curhat,” ujarnya, mengutip testimoni pengguna dari berbagai belahan dunia.
Namun, di balik kedekatan itu, Altman memberikan peringatan penting. Meski AI seperti ChatGPT memiliki kemampuan bahasa yang luar biasa, teknologi ini masih dalam tahap pengembangan dan tak lepas dari potensi kesalahan.
“Kemampuan ChatGPT menjawab cepat dan dengan gaya yang meyakinkan seringkali membuat orang lupa, bahwa ia juga bisa salah. Dan itu berbahaya jika kita tak menyaringnya dengan bijak.”
Altman menekankan bahwa ChatGPT dan AI lainnya seharusnya menjadi alat bantu, bukan pengganti nalar manusia. Ia menyebut fenomena ini sebagai babak baru dalam hubungan manusia dan teknologi—relasi emosional yang belum pernah terjadi sebelumnya.
“AI bukan sekadar tentang kecerdasan, tapi tentang bagaimana kita berinteraksi dan memberi makna pada teknologi,” tutupnya.
Komentar